Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Rabu, 29 Januari 2014

Industri kain pel tradisional yang masih bertahan

Berawal dari industri rumah tangga yang memproduksi aneka macam jenis lilin, sebuah home industri yang berlokasi di Dusun Plaosan Desa Tlogorejo, Kecamatan Mlati, Sleman ini berusaha mengembangkan sayap, membuka jenis usaha baru pembuatan kain pel.

Sutilah, penanggung jawab industri pembuatan kain pel di Dusun Plaosan mengatakan, usaha pembuatan kain pel yang ia kelola sudah berdiri sejak belasan tahun silam. Meski awalnya memproduksi lilin, namun karena melihat adanya peluang, Sutilah mengaku jika majikannya langsung mengembangkan usaha pembuatan kain pel. Karena lebih prospektif, maka lambat laun usaha pembuatan lilin tergeser dan kalah dengan usaha pembuatan kain pel. Dan kini, yang menjadi andalan justru usaha pembuatan kain pel.

Saat ditemui Harian Jogja di tempat usaha yang nampak sangat sederhana, Sutilah mengatakan jika saat ini usaha pembuatan kain pel itu telah mempekerjakan sekitar 20 karyawan. Sebagai karyawan yang paling senior, Sutilah mengaku ikut merintis langsung industri pembuatan kain pel bersama majikannya.

Berbekal ketekunan yang terus dilakukan, usaha itu akhirnya terus berkembang. Sejumlah ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar pabrik, lambat laun tertarik dan bergabung menjadi tenaga kerja. Kebanyakan pegawai adalah para perempuan yang pada awalnya tidak memiliki kesibukan tetap, sehingga dengan adanya perusahaan ini juga turut membantu perekonomian sejumlah pekerja.

“Dulu kita hanya mempunyai dua alat pemintal, namun setelah usaha mulai berkembang, majikan saya membelikan alat pemintal. Meski hanya alat pemintal bekas, namun alat itu mampu membantu meningkatkan produksi,” terangnya.

Menurut Sutilah, berbagai kendala yang sering dihadapi adalah alat pemintal yang kerap rusak serta keterbatasan bahan baku. Untuk alat pemintal, ia mengaku banyak belajar dan berusaha bisa memperbaiki sendiri saat peralatan rusak. Sedangkan untuk bahan baku yang menggunakan dua jenis benang berbeda, ia mengaku masih mengandalkan pasokan dari daerah lain. Bahan baku benang didatangkan langsung dari Pekalogan, Jawa Tengah dan Batam.  “Terkadang kita mengalami kekurangan bahan baku. Saat bahan baku habis dan pasokan terhenti, kami terpaksa juga menghentikan produksi, seperti yang kami alami pada Desember 2008 lalu. Karena terhambatnya kiriman bahan baku, produksi kami terhenti dua bulan,”ujar Sutilah.

Untuk upah para pekerja, Sutilah menyatakan jika para pekerja dibayar secara borongan, atau berdasar hasil kain pel yang dihasilkan. “Penghasilan dihitung secara borongan, yaitu Rp300 setiap potong kain pel.  Jika kondisi badan sehat, para pekerja bisa membuat 20 potong hingga 40 potong kain pel. Namun jika sedang sakit, terkadang hanya bisa membuat 10 potong ,” tutur wanita paruh baya yang mengaku sudah biasa dengan suara bising dari gesekan alat pemintal ini. Meski hasil yang didapat tidak banyak, namun para pekerja mengaku tetap terbantu, dan bisa menambah penghasilan ekonomi keluarga.

sumber

Please Give Us Your 1 Minute In Sharing This Post!
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →
Powered By: BloggerYard.Com

0 komentar:

Posting Komentar